Sabtu, 26 September 2009

for the 'bright star' in the dawn..

Senarai Sang Pemilik Sunyi


Ratusan sajak telah tersurat
Mengalun dalam senyap dan sepi...
Pabila tak pernah ada esok atau nanti..
Aku menunggumu, meski kata tak lagi mampu kubuat..

Padamu, kasih yang tak pernah tersampai,
Kurajut bait demi bait kejujuran sebelum tercerai ..
Tanpa melodi,
Tanpa puisi..

Hanya satu,
Sebelum semua usai.
Hanya satu
Sebelum purnama kembali bersembunyi..

Pelangi hendak berpamit
Sebab waktunya tak banyak lagi..
Harus berhenti..Harus hadapi..
Tak lagi hiraukan pilu meski teramat sakit..

Diri ini bukan tanpa cela..
Rasa ini bukan tanpa dosa..
Hanya alpa,
Bahwa indah tak mengenal masa..

Hidup tak ajarkan makna selamanya.
Tetapi setia wariskan indahnya satu rasa
Tercipta sejak waktu bermula
Rasa sederhana yang pernah menjadi harta sang hawa

Kebijaksanaan hadir kala manusia menangis tanpa air mata..
Keikhlasan nyata saat insan tak lagi pinta apa-apa..

Begitulah aku akan mengenangmu..
Bersyukur, tanpa harapkan tambahan waktu..
Secarik doa agar bahagia tercurah padamu kini dan nanti..
Hanya itu yang bisa kuberi..

Dan keagungan hidup menuntunku
Untuk mengenalmu..


Kau tak perlu tahu
Bagaimana aku berharap padamu..

Dulu, atau selalu..
Itu sudah cukup bagiku

Kau adalah bagian takdir..
Sebelum pendar bintang fajar berakhir

Rabu, 23 September 2009

another anonymous story..

Tertinggal Sekerjap Bayang


Aku membuat prasasti namamu
Pada setiap helai daun yang gugur dan kembali ke pangkuan tanah

Aku berdoa atas namamu
Pada setiap detik kujumpai bayangmu dalam pejaman mataku

Aku menyimpan ceritaku untukmu
Pada setiap bulir air mata yang kuteteskan kala ingin menghapusmu

Aku merelakan harapku atasmu
Pada setiap akhir yang merekah di merahnya langit senja, sore itu

Aku tak meminta secercah kasih
Aku hanya tak mau berharap lebih
Terlampau lama aku hidup pada angan atas hadirmu
Hingga aku lupa bagaimana melalui hari tanpa memimpikanmu

Mungkin kau tak akan pernah mendengar kisah tentang luka ini
Karena ia sudah mengunci diri dalam lubuk terdalam milik sang hati

Di sana,
Ia berani untuk melukis senyummu
Dan mengatakan betapa ia berharap hadirmu
Hingga akhir hayatnya….

Sabtu, 19 September 2009

Anonymous dalam sepi....

Dan satu lagi goresan dalam riuh rendah rintik hujan..

Dalam Bayang Satu Perpisahan


Ranting kering bersenandung kala subuh
Merindu embun
Merindu daun
Acapkali terasa rapuh....

Layar hitam mengadu pada cahaya tersamar
Memanggil terang
Memanggil bayang
Betapapun putih tak hadir bersama fajar....

Dan ruang itu kosong
Bukan hilangBukan tak kunjung datang
Mencipta hela dari sajak sang bimbang

Pernahkah kau tahu?
Kebisuan itu adalah memanggilmu
Keserakahan itu hanyalah mengikhlaskanmu
Dan dosa terakhir adalah mengharap hadirmu

Berjuta kejujuran kuucapkan pada bintang
Meski terasa sukar bagi kalbu untuk bisa berkata
Beribu ingin kupendam kala siluet bulan tak lagi terang
Betapapun sesak hadir dalam detik perpisahan

Aku merasa sendiri dalam ramai
Aku mendengar sunyi dalam sejuta bunyi
Bertalu, beradu, bertaut hening di tepi
Berselimut kabut kala terhujani mentari

Wahai Utopiaku,
Yang bernafas dalam mimpiku

Anonymous dalam sepi...

Dan satu lagi goresan dalam riuh rendah rintik hujan...

Dalam Bayang Satu Perpisahan


Ranting kering bersenandung kala subuh
Merindu embun
Merindu daun
Acapkali terasa rapuh....

Layar hitam mengadu pada cahaya tersamar
Memanggil terang
Memanggil bayang
Betapapun putih tak hadir bersama fajar....

Dan ruang itu kosong
Bukan hilangBukan tak kunjung datang
Mencipta hela dari sajak sang bimbang

Pernahkah kau tahu?
Kebisuan itu adalah memanggilmu
Keserakahan itu hanyalah mengikhlaskanmu
Dan dosa terakhir adalah mengharap hadirmu

Berjuta kejujuran kuucapkan pada bintang
Meski terasa sukar bagi kalbu untuk bisa berkata
Beribu ingin kupendam kala siluet bulan tak lagi terang
Betapapun sesak hadir dalam detik perpisahan

Aku merasa sendiri dalam ramai
Aku mendengar sunyi dalam sejuta bunyi
Bertalu, beradu, bertaut hening di tepi
Berselimut kabut kala terhujani mentari

Wahai Utopiaku,
Yang bernafas dalam mimpiku

Goresan tinta dalam riuh rendah rintik hujan...

Pengakuan Kalbu


Kehilangan dalam diam adalah kepedihan
Penantian dalam diam adalah pengharapan
Karena hanya diam yang bisa kuberikan
Jikalau angan terasa begitu menyesakkan

Aku hanya ingin menjumpa bayangmu
Aku hanya ingin mendengar gema suaramu
Dari jarak terjauh yang bisa kubuat
Demi rasa sederhana tak bersyarat

Tahukah kamu?
Sajak ini tercipta atas namamu
Lahir dari bahasa kesunyian yang paling tersembunyi
Kupinjam dalam bait milik air mata langit menjelang pagi

Mengenalmu adalah takdir yang disempurnakan
Sebab mengenangmu bukan arti dari penyesalan
Tidak pula suatu kebetulan
Namun sepenggal drama kebahagiaan

Di penghujung tangis masih akan hidup sepotong hati
Relakan rasa ini terlarung bersama sunyi
Bersaksi bagi senyum sesaat yang terberi
Sebelum menghapus jejak perih yang terkasihi

Terima kasih,
Hanya itu perpisahan yang sanggup kalbu beri

Sebelum lenyap dalam temaram
Bagi sosok yang tersamar kelam
Tersayat diam
Terpenjara bekam

Kau,
Yang bernama semu dalam rengkuhan syahdu


Sabtu, 08 Agustus 2009

anonymous dalam bisu..

........
cuma ini satu-satunya bahasa yang aku mengerti: dan aku hanya mampu mengatakannya melalui untaian kata..menyuarakannya dalam keabadian yang bisu..
tak ada maksud mengeluh atau menjadi lemah..
Aku tahu, bahwa "nasib adalah kesunyian masing-masing..(chairil anwar)"
dan ini adalah kesunyianku..
Pengakuan Kalbu


Kehilangan dalam diam adalah kepedihan
Penantian dalam diam adalah pengharapan
Karena hanya diam yang bisa kuberikan
Jikalau angan terasa begitu menyesakkan

Aku hanya ingin menjumpa bayangmu
Aku hanya ingin mendengar gema suaramu
Dari jarak terjauh yang bisa kubuat
Demi rasa sederhana tak bersyarat

Tahukah kamu?
Sajak ini tercipta atas namamu
Lahir dari bahasa kesunyian yang paling tersembunyi
Kupinjam dalam bait milik air mata langit menjelang pagi

Mengenalmu adalah takdir yang disempurnakan
Sebab mengenangmu bukan arti dari penyesalan
Tidak pula suatu kebetulan
Namun sepenggal drama kebahagiaan

Di penghujung tangis masih akan hidup sepotong hati
Relakan rasa ini terlarung bersama sunyi
Bersaksi bagi senyum sesaat yang terberi
Sebelum menghapus jejak perih yang terkasihi

Terima kasih,
Hanya itu perpisahan yang sanggup kalbu beri

Sebelum lenyap dalam temaram
Bagi sosok yang tersamar kelam
Tersayat diam
Terpenjara bekam

Kau,
Yang bernama semu dalam rengkuhan syahdu




-Depok, 2009-

Jumat, 03 April 2009

and the 'party' goes..

” Pilih saya,,pilih saya,,
Ya, pilihlah saya...
Sebab saya akan membawa perubahan, kebaikan,
bla..blA..bLA..BLA....”

Bosen. Bohong.
Siapa yang bohong? Mereka?
Bukan. Gue yang bohong kalo gue bilang gue cuma bosen. Karena sebenarnya gue nyoba nahan diri gue untuk bilang kalo gue: ..MALES..BOSEN..sama ’pesta’ ini..
Kalo masalah apakah mereka bohong atau nggak,
gue asumsikan kita sama-sama tau apa jawabannya..

Dari dulu gue nggak pernah suka politik..
Kenapa?
Karena gue ngerasa dunia politik itu kotor..Semuanya bulls**t.. (ups,maaf, gue mengatakan sesuatu yang kasar)
Mereka ngomong tentang sesuatu yang mereka tau sebenarnya susah untuk diwujudin..
Cuma supaya disenangi, demi popularitas, demi dukungan..

Entah.
Mungkin gue cuma trauma..
Perkenalan gue dengan politik terjadi waktu gue masih kecil banget.
Gue ngeliat kakek gue lagi nonton semacam acara ’debat tokoh’ di TV..
Ada seorang politikus dari partai tertentu..

Dan gue denger kakek gue tiba-tiba nyeletuk, tapi dengan suara yang sangat keras..
Dia bilang t** kucing!! (dan gue harus mta maaf lg karena memakai kata2 kasar)
Gue kaget. Kakek gue yang biasanya pendiem, kalem, nggak pernah marah, bahkan klo berantem sama nenek gue selalu ngalah,,
Tiba-tiba aja berubah jadi seorang pemarah..Walau cuma untuk lima detik..

Mungkin sejak itu gue memiliki stigma negatif untuk seorang politikus.
Dan politik.

Lalu semakin gue gede,
Perasaan itu tambah parah...
Waktu gue mulai tau sedikit soal politik kampus,,
Dan gue mulai sedikit denger, baca, liat, orang-orang yang berpolitik..

Hmm..
Gue pernah nonton kampanye seorang capres di TV
Lucu.
Waktu gue denger apa yang dia bilang. Kira-kira begini:
”..... syukur Alhamdulillah bangsa kita bisa bertahan dari krisis global..
Ini semua berkat kerja keras kita semua dan para simpatisan partai –piiip- (sensor)..
Ya, kita harus berterima kasih pada partai –piip-..
(lalu orang-orang berteriak, tepuk tangan, dan ada beberapa orang yang baris di belakang si capres ngangkat tangan mereka dan ngebentuk lambang partai itu. Persis kayak yang gue liat di iklanTV)

What the h*** is going on??

Banyak banget dosen di banyak mata kuliah ngebahas topik krisis global ini.
Mereka ngomongin soal cadangan devisa, depresiasi rupiah, tingkat suku bunga, daya saing produk ekspor, stimulus fiskal, dan gak ada satupun yang bilang bahwa
’Variabel partai –piip- memiliki pengaruh signifikan terhadap perekonomian..’
Satu lagi: apa bukti dan indikator yang dipake untuk bilang ’bangsa ini bisa bertahan’?

Setelahnya ada berita di TV soal lawan politiknya yang bilang klo:
’BLT sama sekali gak manusiawi karena cuma ngasih Rp.100.000 sebulan..’

Halo?? Apa gue nggak salah denger? ?
Apa negara kita cukup kaya untuk ngasih satu juta rupiah sebulan?

Lucu,ya, mereka..
Haha..

Dan gak berapa lama gue nonton ’another campaign’, tapi dalam lingkup lebih kecil.
Kampanye para ’bakal calon petinggi di fakultas..’
Gue yakin, sangat yakin, mereka semua orang pinter..
Tapi waktu gue denger jawaban mereka,,
Gue ngerasa kecewa sekaligus kasian..

Hampir semua jawabannya normatif..abstrak banget..Bahkan ada yang sama sekali gak nyambung..Sederhananya : jawaban yang sama sekali gak menjawab..

Tapi sebenarnya gue kasihan sama orang-orang yang sedang berkampanye itu..
Karena gue tau bahwa sama sekali gak mudah untuk berdiri dan berbicara di depan umum, apalagi harus melakukan pembenaran supaya tampak sempurna.

Yah, tapi itu konsekuensi yang harus mereka jalani,kan??

Ini pemilu pertama gue..
Dan gue gak merasa gak bersemangat, tertarik, ataupun kepengen ’milih’..
Padahal dulu gue sempet nungguin kesempatan ini..
Bahkan gue ngerasa temen-temen gue yang dari daerah lebih beruntung..
Mereka punya alasan yang masuk akal dan dapat diterima klo mereka gak milih.
Bilang aja: gak terdaftar sebagai pemilih dan gak sempet ngurus atau gak tau prosedurnya..
Nah, gue??
Yang ada gue di-cap apatis..

Tapi gue nggak tau siapa yang harus gue pilih. Atau gue ikutin saran dosen gue aja?
”Tutup mata waktu masuk ke bilik dan coblos, ehm sorry, contreng seenaknya..”
Apapun hasilnya nanti, biar pasar yang memilih..

Dan gue-pun ngerasa pemilu jadi semacam kewajiban gue, bukan hak?!

Soalnya, kembali lagi ke awal, gue nggak punya bayangan siapa yang mau gue pilih.
Apalagi untuk caleg..

Apakah gue harus milih orang itu karena dia dari partai ini, saudaranya si anu, bilang begini, pernah jadi itu, atau karena cuma nama dia yang gue inget gara-gara gue ngebaca namanya di spanduk ukuran ekstra jumbo tepat sebelum milih?

Dan untuk capres,,
Kebanyakan masih didominasi muka lama..
Orang baru yang direpackage supaya punya nilai jual lebih tinggi..
Kalaupun ada orang baru, pasti punya hubungan sama orang lama..

Gue jadi inget,,
Gue pernah baca soal adanya kecenderungan kembali bangkitnya kekuatan orde yang paling lama memerintah negara ini..
Mungkin karena mereka pengen keuntungan yang dulu pernah mereka dapet..
Atau karena tingginya permintaan masyarakat untuk kembali ke keadaan seperti dulu?

Gue jadi teringat teori ’gua’ yang dibuat plato:
Cerita sederhanannya begini: (maaf klo salah, ya..)
Ada beberapa tawanan yang diikat di dalam gua yang gelap.. Mereka dihadapkan ke bagian belakang gua dengan tangan terikat.. Tapi, ada api unggun tepat di pintu masuk gua sehingga mereka bisa ngeliat bayangan orang yang lalu lalang di depan gua, apa yang ada di luar sana. Lalu, salah satu tahanan dilepas dan disuruh ngeliat ke luar.. Awalnya dia takut karena gak biasa ngeliat api..cahaya..terang..setelah terbiasa dalam kegelapan. Lalu, setelah beberapa lama dia terbiasa.. Dia liat matahari, rumput, air, dan ketemu orang-orang.. Dia senang dan kembali ke gua untuk ngelepasin temen-temennya supaya bisa ngeliat apa yang dia liat. Tapi apa yang dia dapet? Temen-temennya justru marah karena dia ngelepasin mereka. Sebab dia merusak apa yang selama ini dibayangkan oleh teman-temannya..

Ada yang merasa menemukan kemiripan dengan cerita gue sebelumnya?

Mmm..
Apapun pendapat gue..Ini murni pemikiran gue..
Cuma salah satu cara untuk ngungkapin apa yang gue pikir dan gue rasa..
Tapi gue harap kita semua bisa menggunakan hak pilih kita sebaik-baiknya..
Entah bagaimanapun caranya..

Mungkin susah bagi gue untuk ngubah pandangan gue soal politik, kampanye, politikus, dan para ’calon’.. Terlepas dari apa yang mereka bilang atau lakukan, gue punya pemikiran sendiri soal motif mereka. Cuma pake cost-benefit analysis sederhana.

Gue asumsikan mereka adalah orang yang rasional. Orang yang rela mengeluarkan biaya tertentu (cost) karena mengharapkan keuntungan tertentu (benefit) yang lebih besar lagi. Jadi, sebesar apapun uang yang harus mereka habisin buat kampanye, mereka rela melakukannya karena mereka tahu persis bahwa keuntungan yang akan mereka dapet kalo kepilih akan lebih besar lagi. Dan mereka akan nyari keuntungan itu saat mereka berada dalam posisi yang mereka harapkan, bagaimanapun caranya.. Walaupun cuma sebatas mengganti biaya yang udah mereka keluarin.

Manusiawi, bukan?

Gue harap, suatu saat nanti, gue gak perlu lagi meredefinisi politik menjadi sebatas usaha mencari popularitas demi kekuasaan atau keuntungan semata. Dan gue gak perlu lagi ngeliat kampanye sebagai kondisi di mana orang-orang terkena penyakit narsis kronis.

Semoga gue punya cukup waktu....

Cheers,
-via-